Selasa, 18 Oktober 2011

Ketika Nama Haji Menjadi Plesetan


Oleh Syaripudin Zuhri
Banyak cara untuk melakukan perjalanan ke "rumahNya", ke Baitullah, rumah yang diimpikan oleh semua orang yang beriman, rumah impian yang diidam-idamkan untuk dikunjungi sebagai orang beriman, sebagai wujud keimanan dan menjalankan rukun iman yang ke lima.
Ibadah haji salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan bagi yang mampu dan setiap tahunnya tak kurang-kurangnya yang berangkat menunaikannya. Bahkan bila tak diterapkan quota haji, bisa-bisa setiap orang yang mampu, akan tiap tahun melakukan ibadah haji berapapun biayanya! Bagitu juga musim haji tahun ini.
Musim haji telah tiba, kloter haji satu demi satu telah berangkat menuju tanah suci Mekkah atau menuju lebih dahulu ke Madinah. Ratusan ribu ummat Islam Indonesia setiap tahunnya berangkat ke tanah suci dan jutaan ummat Islam sedunia setiap tahunnya berangkat menunaikan rukun Islam yang ke lima ini.
Bahkan untuk Indonesia yang ongkos naik hajinya tak turun-turun, karena standarnya dollar, namun minat untuk melakukan ibadah haji tak kurang-kurangnya, bahkan banyak yang daftar tahun ini, namun baru dapat berangkat 3-5 tahun ke depan! Subhanallah!

Saya pernah menulis tentang haji dari Rusia tahun lalu, tapi kali ini saya ajak anda melihat haji dari sisi lain, dari sisi pelesetan haji, yang mungkin membuat anda senyam senyum. Mengapa?
Tak lain karena objeknya haji, sebuah sebutan yang sering disandang oleh orang-orang yang telah melakukan ibadah haji atau pulang melaksanakan ibadah haji dan uniknya itu hanya di Indonesia dan beberapa negara lainnya, sedangkan di sumbernya sendiri yaitu Saudi Arabia dan di sekitarnya tak mengenal sebutan itu, lagi-lagi Indonesia punya bisa.
Coba saja anda baca, dari Hadist manapun atau sejarah manapun di dunia nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat mendapat gelar haji, atau di tulis haji Muhammad SAW, atau sahabat nabi yang empat, sahabat yang utama, seperti Abu bakar Sidiq, Umar bin Khottob, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib di depan namanya di tambah gelar haji, menjadi haji Abu Bakar Sidiq, haji Umar bin Khottob, haji Usman bin Affan atau haji Ali bin Tholib! Kalau ada tolong beritahu saya, karena saya belum pernah menemukannya!
Namun entah sejarah mana yang mulai di Indonesia orang pakai gelar haji setelah pulang melakukan ibadah haji, padahal tak ada hadis manapun yang memerintahkan atau mencontohkan bila orang pulang haji harus memakai nama tambahan atau gelar haji di depan namanya!
Kalau setiap orang melakukan rukun Islam menggunakan tambahan nama setelah melakukannya maka anda akan menemukan nama-nama unik lainnya, misalnya bila orang telah membayar zakat, maka di depan namanya menjadi, misalnya, namanya Amin, sebut saja begitu, menjadi Muzaki Amin atau kalau telah melakukan sholat, menjadi Musholi Amin dan seterusnya.
Anda bisa bayangkan , akan menjadi carut marut, loh mengapa hanya rukun Islam yang ke lima yang ditambahkan pada nama orang yang telah melakukannya? Mungkin karena karena untuk melakukannya memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang serba besar!
 Karena memang hanya ibadah haji dari lima rukun Islam yang memakai tambahan” jika mampu” bunyi rukun Islam yang kelima adalah” melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu!” Anda bisa bayangkan kalau rukun Islam yang lain pakai istilah tambahan tadi, misalnya “Sholat bagi yang mampu” Wah… bisa-bisa sebagian besar ummat Islam teriak” tak mampu!” Apa lagi bagi orang yang di Rusia sholat di musim dingin saat sholat subuh, wah bisa-bisa semuanya teriak” saya tak mampu…..dingin banget sih!”
Atau rukun Islam yang lainnya, seperti puasa, ada istilah tambahan “bagi yang mampu” maka teriakan tak mampu tadi akan semakin banyak, dan lagi-lagi di Rusia dan di negara-negara yang mengenal empat musim, terutama kalau puasanya jatuh di musim panas, yang bisa puasanya memakan waktu lebih dari 18 jam!
Pasti teriak “tak mampu…..!” Loh di musim yang normal saja banyak ummat Islam yang tak puasa, apa lagi di musim yang extrem, bisa-bisa lebih banyak yang tak puasa! Dan lebih banyak lagi yang tak puasa bila ada kata tambahan seperti untuk ibadah haji di atas.
Oke, kita kembali ke gelar nama tambahan haji, saya juga tak tahu dari mana dimulai atau siapa yang pertama kali memakai gelar haji di depan orang yang telah melakukan ibadah haji. Tujuannya baik memang, agar orang yang telah melakukan ibadah haji ingat bahwa dirinya telah haji, jadi harus berhati-hati bila bertindak atau bicara, karena ada nama haji di depannya!
Anda bisa bayangkan kalau orang yang sudah bergelar haji tapi misalnya korupsi atau menjadi pemabuk, penjudi dan kegiatan maksiat lainnya, bukankah itu merusak gelar haji itu sendiri? Dan haji-haji yang lainnya terkena dampaknya!
Coba lihat itu haji kok mabok atau minum-minuman yang memabokan walau dia mnium misalnya tak sampai mabuk! Atau coba lihat itu, masa haji lagi berjudi! Astagfirullah!
Tujuan ibadah haji adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan semoga menjadi haji yang mabrur, haji yang diterima olehNya atau haji yang semakin baik ibadahnya ketimbang sebelum melakukan ibadah haji, bukan sebaliknya!
Itu haji mardud namanya! Atau mungkin ketika melakukan haji karena bukan biaya sendiri atau hasil ketingat sendiri, menjadi disepelekan saja! Anda mungkin atau sering mendengar istilah-istilah, gelar atau pelesetan haji ini:
Haji Kosasi( Haji ongkos dapat di kasih) Haji Abidin( Haji atas biaya dinas), Haji Abu Bakar( Haji atas budi baik Golkar, di jaman Orba sangat terkenal istilah ini) haji Hasan( Haji hasil ngerayu atasan), Haji Amir( Haji atas jaminan mertua), Haji Mansur( Haji gara-gara tanah di gusur), Haji Tomat( Haji ketika berangkat tobat, pulang haji kumat!) Haji Gopur( Haji golongan purna karya) Haji Marwan( Naik haji karena menjadi sukarelawan) Haji Adestri( Haji karena atas desakan atau dorongan istri) Dan segudang istilah pelesetan haji lainnya.
Diantara pelesetan yang paling repot menurut saya adalah “haji Tomat” yaitu orang yang ketika sebelum berangkat haji benar-benar sudah tobat dari segala macam maksiat yang pernah dilakukannnya dan benar-benar mempersiapkan dirinya untuk melakukan ibadah haji dan di tanah suci Mekah benar-benar melakukan ibadah haji sesuai dengan manasik haji yang diajarkan Rosulullah, namun setelah pulang haji, ya ampun….. masa dia mabok lagi, masa dia berjudi lagi! Itulah haji Tomat, berangkat haji TObat, pulang haji kuMAT!
Kita tak mengharapkan demikian adanya, sebagaimana tujuan haji untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti yang sudah saya katakana di atas, maka haji tomat ini tidak menimpa atau mengenai para jamaah haji dari manapun, kalaupun ada, lagi-lagi pintu tobat-Nya selalu terbuka selama hayat masih di kandung badan, selama napas masih berhembus, selama nyawa belum melayang, haji tobat ini bisa tobat lagi dan banyak-banyak istigfar kepadaNya, tobat dan tobat lagi! Namun taubatan nasuha adalah sebaik-baik tobat, bukan "tobat sambel".
Jadi tak ada istilah pintu tobat tertutup, selagi masih hidup, selagi malaikat belum datang menjemput!
Nah dengan demikian walau mungkin banyak pelesetan haji di atas, seperti haji tomat, atau memang mungkin banyak haji beneran yang kepeleset dan kepelesetnya beneran juga, dalam arti kembali berbuat maksiat, baik disengaja maupun mungkin tak sengaja, maka masih banyak kesempatan untuk berbuat baik atau menebus dosa-dosa yang sudah dilakukan, ya bagaimanapun para haji itu juga manusia biasa, dan manusia biasa jika masih hidup kemungkinan melakukan kekhilafan, baik disengaja maupun tidak, itu hal biasa, asal tidak dijadikan kebiasaan yang nantinya menjadi sebuah kepribadian yang dapat merusak hajinya sendiri dan juga orang-orang disekitarnya.
Ibarat pakaian putih dan symbol haji juga berkopyah putih dan warna putih itu seringkali mudah terlihat kotorannya, walaupun sedikit! Maka orangpun akan mudah melihat dosa-dosa kecil para haji, apa lagi dosa besar!
Bandingkan dengan pakaian hitam, kopyah hitam, walaupun sudah kotor atau kotorannya banyak, tetap tak terlihat, karena memang sudah kotor atau hitam, begitu juga dengan manusia yang bergelimang dosa, orang sudah tak peduli padanya, namun coba lihat ketika dosa yang sama dilakukan oleh seorang yang sudah bergelar haji, semua orang akan teriak,” kok haji begitu sih?”

Sumber: http://www.eramuslim.com/oase-iman/syaripudin-zuhri-ketika-gelar-haji-menjadi-pelesetan.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar